Di antara deru waktu yang berlari,

Aku temukan ruang sunyi.

Sejenak kuletakkan pena,

Menyimpan cerita dalam jeda.

        Bukan akhir, bukan mula.

        Hanya jeda di tengah gulana.

        Aku, engkau dan dunia,

        Mencari arti di antara suara.

Langit bicara lewat semburat jingga,

Seolah tahu hati butuh lega.

Daun - daun luruh tanpa suara,

Mengajari tentang ikhlasnya jeda.

        Jeda bukan berarti lemah,

        Hanya hela napas di antara langkah.

        Disana, harapan kembali tumbuh,

        Semoga mimpi kembali utuh.

Biarkan aku diam sementara,

Di tengah perjalanan yang panjang.

Karena dalam jeda aku belajar,

Menemukan diri yang hampir hilang.


Dalam sunyi yang merangkul pelan,

Kutemukan ruang tanpa tuntutan.

Bukan kalah ataupun menang,

Hanya jeda, napas di antara tujuan.

        Langit abu mengusap pagi,

        Sepi berbicara tanpa janji.

        Waktu berhenti, atau aku yang diam?

        Rasa mengalir namun tanpa arah pulang.

Jeda bukan akhir, bukan awal,

Hanya titik di tengah langkah yang mengental.

Memberi ruang bagi pikir dan rasa,

Menata ulang asa yang sempat tersisa.

        Dalam jeda, kutemukan diriku.

        Tanpa topeng, tanpa bayang semu.

        Hanya aku yang rapuh dan utuh,

        Mengisi ruang tanpa terburu-buru.

Biarkanlah,

Sejenak kita disini saja.

Menghirup makna dalam hening,

Sebelum kembali melangkah,

Jauh ke seberang bintang.


Ada waktu yang melambat,

Di antara langkah yang berat.

Jeda hadir sebagai sahabat,

Mengurai kusut dalam pikiran yang penat.

        Di tengah riuh dunia berlari,

        Jeda mengajakku berhenti.

        Menikmati detik yang sepi,

        Menyesap damainya hati.

Jeda bukanlah lemah,

Ia adalah ruang untuk berkisah.

Segala rasa yang telah terbungkam,

Dan mimpi yang hampir tenggelam.

        Pada jeda aku kembali,

        Menyusun langkah tanpa tergesa.

        Karena hidup bukan tentang berlari,

        Tapi merasakan setiap perhentian,

        Dengan penuh arti.

Jeda adalah pelukan semesta,

Yang mengingatkan, tak apa melambat,

Tak apa berhenti sejenak,

Sebelum langkah kembali menjejak.


Di antara sekian harapan yang berlalu,

Kita butuh waktu untuk merenung.

Menyapa sepi, menengok sunyi,

Mencari makna dalam diri sendiri.

        Jeda hanya sejenak berhenti,

        Ruang untuk bernapas lagi.

        Melepas beban, menata asa,

        Agar hati kembali lega.

Saat dunia melaju dengan tergesa,

Kita lupa memaknai rasa.

Bahwa di setiap hening yang tercipta,

Ada peluang untuk lebih mengenal cinta.

        Jeda adalah pemberhentian sementara,

        Untuk menghargai setiap langkah yang ada.

        Membiarkan hati pulih perlahan,

        Hingga kita siap dengan penuh kepastian.


Ada saat dimana kita harus berhenti,

Seperti daun yang luruh dalam sepi.

Membiarkan langkah sesaat menepi,

Menyisakan ruang untuk memahami.

        Jeda bukan lelah, bukan pula kalah,

        Hanya jarak yang memberi arah.

        Untuk mengukur sejauh mana kita,

        Dan apa yang kita bawa dalam dada.

Ada tenang yang tak perlu kata,

Hanya hampa yang hadir dan nyata.

Seperti laut yang merangkul sunyi,

Memberi jeda sebelum ombak kembali.

        Di dalam jeda kita temukan diri,

        Menyulam asa, merangkai janji.

        Bahwa di ujung hening ada harapan,

        Dan kita akan kembali dengan tujuan.


Ada yang tak terucap di antara kita,

Seperti diam yang hadir di sela kata.

Jeda merentang bagai napas tertahan,

Menyimpan rindu, menyelipkan harapan.

        Kadang kita perlu sunyi,

        Menghela langkah dalam hening.

        Agar saat kembali bertemu,

        Semua lebih berarti dan syahdu.

Seperti musim yang berganti warna,

Jeda bukan berarti pergi selamanya.

Ia hadir sejenak, memberi ruang untuk diri,

Merapikan rasa yang berserak tak pasti.

        Jeda bukan akhir cerita,

        Hanya istirahat sementara.

        Untuk pulih dan mengenal rasa,

        Hingga kita kembali penuh asa.